Sabtu, 13 Februari 2010

Sulawesi Tenggara



Sulawesi Tenggara adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukotakan Kendari.

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan dan di antara 120°45' - 124°30' Bujur Timur dan mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² atau 3.814.000 ha dan wilayah perairan (laut) seluas 110.000 km² atau 11.000.000 ha.


Sejarah

Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasar Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4 (empat) kabupaten yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Buton dengan Kota Kendari sebagai ibukota provinsi. Setelah pemekaran, Sulawesi Tenggara mempunyai 10 kabupaten dan 2 kota.


Demografi

Pada tahun 1990 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 1.349.619 jiwa. Kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 1.776.292 jiwa dan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah sejumlah 1.959. 414 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara selama tahun 1990-2000 adalah 2,79% per tahun dan tahun 2004-2005 menjadi 0,02. Laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten selama kurun waktu 2004-2005 hanya kota Kendari dan Kabupaten Muna yang menunjukan pertumbuhan yang positif yaitu 0,03 % dan 0,02 % per tahun, sedangkan kabupaten yang lain menunjukkan pertumbuhan negatif.

Struktur umur penduduk Sultra pada tahun 2005, penduduk usia di bawah 15 tahun 700.433 jiwa / 35,75% dari total penduduk. Sedangkan penduduk perempuan mencapai 984.987 jiwa (20.27%) dan penduduk laki-laki mencapai 974.427 jiwa (49,73%).


Perekonomian

Beberapa komoditi unggulan Sulawesi Tenggara, antara lain:

Pertanian, meliputi kakao, mede, kelapa, cengkeh, kopi, pinang lada dan vanili
Kehutanan, meliputi kayu gelondongan dan kayu gergajian
Perikanan, meliputi perikanan darat dan perikanan laut
Peternakan, meliputi sapi, kerbau dan kambing
Pertambangan, meliputi aspal, nikel, emas, marmer, batu setengah permata, onix, batu gamping dan tanah liat


Pariwisata, meliputi:

Wisata sejarah seperti:
1. Benteng Keraton Buton, di Kota Baubau yang merupakan benteng terluas di dunia;
2. Istana Malige, di Kota Baubau dengan arsitektur khas Suku Buton dan merupakan bangunan adat yang tidak menggunkan paku;
3. Kasulana Tombi, di Kota Baubau yang merupakan bekas tiang bendera Kesultanan Buton yang umurnya lebih dari tiga abad;
4. Masjid Agung Keraton Buton (Masigi Ogena), di Kota Baubau yang merupakan masjid pertama yang berdiri di Sulawesi Tenggara;
5. Kampua, di Kota Baubau yang merupakan mata uang Kerajaan dan Kesultanan Buton;


Wisata budaya seperti:
1. Tenunan Buton dikota Baubau, Kabupaten Buton dan Kabupaten Buton Utara;
2. Tenun Ikat di Kabupaten Wakatobi,
3. Tari Lariangi dari Kabupaten Wakatobi;
4. Tari Balumpa dari Kabupaten Wakatobi;
5. Pekande-kandea, upacara adat masyarakat Buton Raya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi);
6. Pengrajin Besi di Tomia, Kabupaten Wakatobi,
7. Upacara Adat Posuo (Masyarakat Buton Raya);
8. Upacara Adat Kabuenga, dari Kabupaten Wakatobi;
9. Upacara Adat Karia, dari Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi,
10.Upacara Adat Mataa, dari Kabupaten Buton,
11.Upacara Adat Tururangiana Andala, dari Pulau Makassar di Kota Baubau,
12.Layang-layang tradisional Khagati dari Kabupaten Muna;
13.Tari Potong Pisang dari Kabaena di Kabupaten Bombana;
14.Aduan Kuda dari Kabupaten Muna;
15 Upacara Adat Religi Goraana Oputa oleh masyarakat Buton Raya;
16.Upacara Adat Religi Qunua oleh masyarakat Buton Raya;
17.Gambus & Dole-dole, Alat musik khas masyarakat Buton Raya;
18.Atraksi Perahu Naga di Kota Baubau;


Wisata Alam seperti:
1. Taman Laut Nasional Wakatobi di Kabupaten Wakatobi yang merupakan surga bawah laut segitiga karang dunia yang memiliki spesies terumbu karang sebanyak 750 dari 850 spesies karang dunia;
2. Pantai Nirwana di Kota Baubau;
3. Pantai Lakeba di Kota Baubau;
4. Gua Moko di Kota Baubau;
5. Gua lakasa di Kota Baubau;
6. Pantai Kamali di Kota Baubau;
7. Wantiro di Kota Baubau;
8. Hutan Tirta Rimba di Kota Baubau;
9. Batu Poaro di Kota Baubau;
10. Gua Kaisabu di Kota Baubau;
11. Lagawuna di Kota Baubau;
12. Air Terjun Samparona di Kota Baubau;
13. Hutan Lambusango di Kabupaten Buton yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang endemik diantaranya Anoa;
14. Suaka Margasatwa Buton Utara di Kabupaten Buton Utara;
15. Cagar Alam Wakonti di Kota Baubau;
16. Permandian Bungi di Kota Baubau;
17. Kali Baubau di Kota Baubau;
18. Kolagana di Kota Baubau; Sulaa di Kota Baubau;
19. Wisata Bawah Laut Basilika di Kabupaten Buton;
20. Baubau Letter di Kota Baubau;
21. Sungai Tamborasi yang merupakan sungai terpendek di dunia yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara;
22. Air Terjun Moramo di Kabupaten Konawe Selatan;
23. Goa Kobori di Kabupaten Muna;
24. Danau Napabale di Kabupaten Muna;


Pemerintahan

Kabupaten dan kota
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Bombana/ Rumbia
2 Kabupaten Buton/ Bau-Bau
3 Kabupaten Buton Utara/ Buranga
4 Kabupaten Kolaka/ Kolaka
5 Kabupaten Kolaka Utara/ Lasusua
6 Kabupaten Konawe/ Unaaha
7 Kabupaten Konawe Selatan/ Andolo
8 Kabupaten Konawe Utara/ Wanggudu
9 Kabupaten Muna/ Raha
10 Kabupaten Wakatobi/ Wangi-Wangi
11 Kota Bau-Bau -
12 Kota Kendari -


Catatan :

Dasar hukum : UU 13/1964
Tanggal penting : 22 September 1964
Ibu kota : Kendari
Gubernur : Nur Alam, SE.
Luas : 38.140 km²
Penduduk : 1.959.414 (2005)
Kabupaten : 10
Kota : 2
Kecamatan : 104
Kelurahan/Desa : 1.529
Suku : Buton (23%), Bugis (19%), Tolaki (16%), Muna (15%)
Agama : Islam, Kristen, Hindu
Bahasa : Bahasa Indonesia
Zona waktu : WITA
Lagu daerah : Peia Tawa-tawa


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tenggara

Sumber Gambar :
http://www.cps-sss.org/web/home/propinsi/prop/Sulawesi+Tenggara
http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tenggara

Peta Sulawesi Tenggara


View Larger Map

Jumat, 12 Februari 2010

Sejarah Kota Kendari



Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang datang berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari. Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone.

Pada awal abad ke-19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) pada tahun 1831, kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito). Kegiatan perdagangan kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Barang-barang tersebut selanjutnya dikirim ke Makassar atau ke kawasan Barat Nusantara sampai ke Singapura.

Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer (1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal dengan nama Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan Lodge (Loji=kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada tahun 1832 Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.

Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari telah ada pada awal abad ke-19, dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi di sekitar Teluk Kendari; dengan demikian, Kota Kendari sebagai ibu kota sudah berusia sekitar 176 tahun, dan jauh sebelum itu telah ada perkembangan sejarah masyarakat di wilayah Kota Kendari sekarang ini.

Kota kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua. Hal didasarkan pada beberapa sumber baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika Kota Kendari dilihat dari fungsinya, maka dapat disebut sebagai kota dagang, kota pelabuhan, dan kota pusat kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer,1839) dan penulis Inggris (Heeren, 1972) menyatakan bahwa para pelayar Bugis dan Bajo telah melakukan aktivitas perdagangan di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18 ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut disekitar Teluk Kendari pada awal abad ke-19. Sebagai fungsi kota pelabuhan dapat dikatakan pada awal abad ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota pusat Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.

Pada waktu Mokole Konawe Lakidende wafat maka Tebau Sapati RanomeEto sudah mengaggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari kerajaan konawe, dan sejak itu pula Tebau Sapati RanameEto mengadakan hubungan dengan pihak belanda yang kemudian pada waktu belanda datang di wilayah RanomeEto diadakanlah perjanjian dengan Belanda di tahun 1858 yang ditanda tangani oleh ”Lamanggu raja Laiwoi” dan di pihak belanda ditandatangani oleh A.A. Devries atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dan di tahun 1906 pelabuhan Kendari yang dulunya dikenal dengan nama ”Kampung Bajo” dibuka untuk kapal-kapal Belanda. Dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang Tiong Hoa datang ke Kendari. Perhubungan jalan mulai dibangun sampai kepedalaman. Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi dan rakyat mulai di resetle membuat perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari berangsur-angsur dibangun jadi kota dan tempat-tempat kedudukan district Hoofd.

Kota Kendari dimasa Pemerintahan kolonial Belanda merupakan ibukota kewedanaan dan ibukota onder Afdeling Laiwoi yang luas wilayahnya pada masa itu kurang lebih 31,420 km2. Sejalan dengan dinamika perkembangan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan laut antar pulau, maka kendari terus tumbuh menjadi ibukota Kabupaten dan masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan keluarnya Undang-undang nomor 13 tahun 1964 terbentuklah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kendari ditetapkan sebagai ibukota Provinsi yang terdiri dari 2 (dua) wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan luas wilayah 76,760 km2.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1978 Kota Kendari ditetapkan menjadi Kota Administratif yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan dengan luas wilayah 187,990 km2 yang meliputi Kecamatan Kendari, Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Poasia.

Melalui perjuangan panjang dan tekad warga kota untuk merubah status kota administratif menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai daerah otonom, maka dengan keluarnya undang-undang No. 6 tahun 1995 tanggal 3 Agustus 1995 Kota Administratif Kendari ditetapkan menjadi Kotamadya Dati II Kendari yang diresmikan oleh Bapak Mentri Dalam Negeri pada tanggal 27 September 1995 dan tanggal ini pula ditetapkan sebagai hari lahirnya Kotamadya Dati II Kendari.

Sejak, Kota Kendari mulai dikenal sejak itu pula dimulai pembangunan secara bertahap sesuai dengan kondisi waktu itu hal ini tentunya tidak luput dari perkembangan penduduk dan dinamika pembangunan yang dibuktikan dengan adanya pemekaran wilayah mulai dari luas 31,420 Km2 sampai luas 295,89 Km2.

Secara Administratif Kota Kendari berbatasan dengan:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia dan Kecamatan Sampara
• Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Konda.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Maka istilah Dati II dan Kotamadya berubah menjadi Kabupaten/Kota.

Kota Kendari hingga saat ini telah mempunyai 10 (sepuluh) Wilayah Kecamatan dan 64 Kelurahan, Jumlah penduduk Kota Kendari Tahun 2006 berjumlah kurang lebih 244.586 jiwa terdiri 119.529 jiwa laki-laki dan 125.057 jiwa perempuan dengan tingkat pertumbuhan Ekonomi tahun 2006 mencapai 7,64%. Kota Kendari didiami oleh 4 kelompok suku besar yaitu Tolaki, Muna, Buton, Bugis-Makassar, namun yang unik bahwa semua etnis yang ada diwilayah Indonesia dapat dijumpai di Kota Kendari.

Heterogenitas masyarakat yang sangat membanggakan adalah masyarakatnya selalu ingin hidup berdampingan dengan damai menjaga persatuan dan kesatuan, sehingga stabilitas daerah tetap terjaga dengan baik; hal ini merupakan modal dasar untuk melakukan pembangunan demi kemajuan dan perkembangan kota dimasa sekarang dan yang akan datang.

Untuk mengantisipasi kemajuan perkembangan pembangunan, Pemerintah Kota bersama masyarakat membangun Visi Kota Kendari kedepan yaitu: ”MEWUJUDKAN KOTA KENDARI TAHUN 2020 SEBAGAI KOTA DALAM TAMAN YANG BERTAKWA, MAJU, DEMOKRATIS, MANDIRI DAN SEJAHTERA”.

”KOTA YANG MAJU”, artinya Kota ini harus dapat berkembang sejajar dengan kota-kota lain dalam konteks paradigma yang berlaku, kondisi sosial, ekonomi dan budayanya yang maju, tetapi lingkungan fisik juga terpelihara dengan baik,

”DEMOKRATIS” berarti kota yang dapat menerima perbedaan, mengembangkan keterbukaan, mendorong partisipasi masyarakat serta memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk megembangkan potensi dirinya, serta pemerintahan yang dapat mengakomodir segala permasalahan dan persoalan yang ada dalam wilayahnya.

”MANDIRI” berarti kota ini tidak berdiri sendiri dan kerjasama atau kemitraan baik interen maupun eksteren. Diantara komponen warga kota dapat mengembangkan kemitraan, begitu juga kemitraan dengan kota-kota lain.

”SEJAHTERA”, bahwa kota ini harus dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya baik secara lahir maupun batin. Untuk mendukung visi kota, maka visi yang akan diemban adalah ”(1) misi lingkungan (2) misi sosial kemasyrakatan (3) misi pelayanan (4) misi perekonomian (5) misi profesionalisme aparat dan (6) misi kepemerintahan yang baik (Good Governance)”.

Kemudian misi tersebut diimplementasikan kedalam 3 (tiga) strategi pendekatan yang meliputi;
1. Peningkatan kualitas SDM, yang meliputi aspek head, heart, dan hand.
2. Catur Bina, yang meliputi bina spiritual, bina sosial ekonomi, bina fisik/lingkungan, dan bina kamtibmas.
3. Peningkatan Daya Saing Kota, meliputi aspek ethics and law enforcement, employment, environment, equity and engegement.


Sumber :

http://www.kendarikota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=106&limit=1&limitstart=1


Sumber Gambar:

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kendari

http://www.kendarikota.go.id/

Perjuangan Pemekaran Provinsi Buton Raya Harus Kedepankan Semangat Rakyat

Semangat perjuangan pemekaran Provinsi Buton Raya saat ini ditengari hanya kepentingan elit politik semata. Persolan ini bisa saja menjadi rintangan perjuangan ini. Untuk itu, para elit diminta agar menanggalkan ego politiknya dan bisa memberi ruang sebesar-besarnya kepada rakyat Buton Raya, untuk turut berperan dalam proses pemekaran. Sehingga kesan tersebut tak lagi terlihat sehingga semangat pemekaran ini benar-benar bersumber dari rakyat.

Idris Mandati, Ketua Forum Mahasiswa dan Masyarakat Buton Raya, mengatakan, secara pribadi sebagai tokoh pemuda memberikan apresiasi positif, terhadap upaya yang telah diperjuangkan tokoh-tokoh pemekaran. Hanya saja yang jadi persoalan hari ini, agenda pemekaran provinsi Buton Raya itu, terkesan hanya keinginan dari segelintir elit politik yang ada di daerah, bukan gerakan spontanitas dari rakyat untuk mempresur percepatan pemekaran Provinsi Buton Raya.

“Kekuatan yang berupa persatuan dan kesepahaman persepsi mengenai pemekaran harus dibangun, sehingga kedepan, keinginan pemekaran Provinsi Buton Raya, tidak terkesan sebagai keinginan elit politik. La Teke pun sebagai rakyat jelata, punya hak untuk bicara mengenai percepatan pemekaran provinsi Buton Raya. Karena agenda pemekaran Buton Raya adalah cita-cita semua masyarakat Buton ,” jelasnya.

Buton punya perjalanan yang sama dengan daerah-daerah lain. Artinya, Buton punya identitas yang sama dengan Jogja dan Ternate yang juga daerah kesultanan. Jadi kalau kita bicara Provinsi Buton Raya itu wajar dan pusat harus segera merespon hal itu. Karena, perjalanan sejarah jelas, Buton ketika menyatakan sikap masuk dalam wilayah NKRI pada saat masih sifatnya kerajaan, hanya satu bahasa yang tersirat dalam pertemun itu, yakni rakyat Buton bisa sejahtera dan memiliki identitas yang sejajar dengan daerah-daerah lain, sekarang Ternate bisa, kenapa Buton tidak bisa. “Alangkah naifnya kalau kita rakyat Buton menyatakan tidak perlu berbicara tentang Provinsi Buton Raya. Padahal kita butuh eksistensi yang lebih besar yaitu daerah istimewa dan wajar kalau kita bicara seperti itu, hanya kita tetap menghormati daerah istimewa Jogjakarta, sebagai ikon kesultanan yang masih eksis sampai hari ini, tetapi bukan berarti kita tinggal diam untuk melihat persoalan ini, karena Jakarta harus tahu diri, bahwa pemekaran ini kehendak rakyat Buton semua, walaupun terkesan keinginan para elit politik, tetapi pada prinsipnya, rakyat Buton mendukung percepatan Pemekaran Buton Raya, ini bukan persoalan bagi-bagi jabatan, tapi yang terpenting mengembalikan kesetaraan eksistensi kita dengan daerah-daerah lain yang sudah mekar,” paparnya.

Ruang yang sebesar-besarnya kepada rakyat untuk berbicara bagaimana percepatan pemekaran Provinsi Buton Raya harus dibuka, sehingga agenda pemekaran semakin jelas sebagai keinginan semua rakyat Buton. “Sekarang ini, kalau kita bertanya kepada masyarakat, kita hanya mendapat jawaban, kalau jadi pemekaran syukur, kalau tidak juga tidak apa-apa, karena ini adalah keinginan elit politik, tetapi dalam nurani mereka, ketika pemekaran Provinsi Buton Raya didorong sebagai kekuatan penuh oleh rakyat, mereka akan mendukung, dengan tidak melibatkan agenda pemkaran pada dimensi kepentingan elit politik untuk berkompetisi. Saya secara pribadi tidak melihat siapapun yang akan memimpin menjadi gubernur Buton Raya ke depan, sepanjang dipilih oleh rakyat itu yang harus diterima. Terpenting, bagaimana Buton Raya itu secepatnya dimekarkan,” tandasnya.R1


Sumber :
http://kendariekspres.com/content/view/6967/44/
12 Februari 2010

Kota Bau-Bau




Kota Bau-Bau atau Baubau adalah sebuah kotamadya atau kota otonom di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Bau-Bau memperoleh status kota pada tanggal 21 Juni 2001 berdasarkan UU No 13 Tahun 2001.

Hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2006 berjumlah 122.339 jiwa. Dari jumlah tersebut, terdapat jumlah penduduk laki-laki sebanyak 57.027 jiwa (46,61%) dan perempuan 65.312 jiwa (53,39%).

Nilai PDRB daerah Kota Bau-Bau berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007 sebesar Rp1.254,49 miliar, sedangkan berdasarkan harga konstan sebesar Rp586,32 miliar.[1]

Pada 19 Februari 2005, Bau-Bau diguncang gempa bumi berkekuatan 6,9 skala Richter. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.


Sejarah Singkat

Pada awalnya, Bau-Bau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air, dengan rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke-13.

Kejayaan masa Kerajaan Buton (Wolio) sampai Kesultanan Buton sejak berdiri pada tahun 1332 sampai dengan 1960 telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang gemilang, yang sampai saat ini masih dapat disaksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Saat ini wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa kabupaten dan kota yaitu: Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara dan Kota Bau-Bau.


Keadaan Wilayah

Luas Wilayah

Kota Bau-Bau mempunyai wilayah daratan seluas 221,00 km², luas laut mencapai 30 km² merupakan kawasan potensial untuk pengembangan sarana dan prasarana transportasi laut


Letak Geografis

Secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 5.21° – 5.33° Lintang Selatan dan di antara 122.30° – 122.47° Bujur Timur, atau terletak di sebelah Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Wilayah Kota Bau-Bau berbatasan dengan:

Sebelah Utara: Selat Buton
Sebelah Timur: Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton
Sebelah Selatan: Kecamatan Pasar Wajo, Kabupaten Buton
Sebelah Barat: Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton


Pemerintahan Daerah


Wilayah Kota Bau-Bau terdiri dari 7 Kecamatan, yaitu:


1. Betoambari
2. Bungi
3. Kokalukuna
4. Murhum
5. Sorowalio
6. Wolio

7. Lea-Lea


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bau-Bau


Sumber Gambar:

http://sultra.bps.go.id/baubau/

http://perkempinas2009.wordpress.com/2009/04/13/sambut-perkempi-nasional-baubau-berbenah/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bau-Bau
 

Jadikan Wakatobi Ikon Baru Indonesia


Wakatobi di Sultra mempunyai pesona laut yang indah. Ikan Behn's Damsel dengan seekor ikan pembersih di antara terumbu karang di perairan ini salah satunya. Persoalannya, transportasi ke sana masih susah. Karena itu Pemkab Wakatobi terpaksa memberikan subsidi mengambang kepada Merpati.

Departemen Kebudayaan dan Parawisata (Depbudpar) RI diminta menetapkan Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai destinasi wisata utama Indonesia. Wakatobi punya potensi jadi ikon baru wisata Indonesia.

Bupati Wakatobi Hugua di Wangi-Wangi, Kamis, mengatakan pemerintah dan masyarakat optimistis daerah pemilik 750 spesies terumbu karang itu dinobatkan sebagai destinasi wisata andalan Indonesia.

"Pemeritah dan rakyat Wakatobi sudah menunjukan kepada dunia bahwa pihaknya serius menjadikan wisata bahari sebagai prioritas pembangunan selain sektor perikanan," kata Bupati Hugua pada acara festival budaya Wakatobi Sail Indonesia 2009.

"Jangan ada keraguan untuk menetapkan Wakatobi sebagai destinasi pengembangan wisata di Tanah Air. Kalau Laut Karibia memiliki 50 spesies terumbu dan Laut Merah 300 spesies maka Wakatobi dengan luas kawasan terumbu karang 1,3 juta hektare mengandung 750 spesies," kata Hugua.

Ia mengakui bahwa konsekuensi menuju penetapan Wakatobi sebagai destinasi wisata utama harus didukung oleh infrastruktur memadai, antara lain, akomodasi perhotelan.

Dirjen Pengembangan Destinasi Parawisata Depbudpar RI, Firmansyah Rahim mengatakan permintaan penetapan Wakatobi sebagai destinasi utama wisata Indonesia sesuatu yang wajar.

"Berdasaran potensi, dukungan pemerintah dan sambutan masyarakat Wakatobi maka sesuatu yang wajar jika daerah ini menyandang destinasi wisata utama mendampingi 10 destinasi wisata lainnya di Indonesia," kata Firmansyah.

Ia mengakui keseriusan pemerintah bersama masyarakat setempat menggenjot pembangunan potensi wisata bahari Wakatobi yang dibuktikan dengan operasionalnya lapangan terbang Matahora.

Selain melalui transportasi udara dari dan ke Wangi-Wangi, Bau-Bau dan Kendari juga dapat melalui transportasi kapal laut dari dan ke Kendari ke Wangi-Wangi. Juga dari dan ke Bau-Bau ke Wangi-Wangi.

Tarif tiket melalui pesawat udara dari Kendari ke Wangi-Wangi sekitar Rp500 ribu/orang sedangkan melalui kapal laut dari Kendari ke Wangi-Wangi sebesar Rp100 ribu/orang.


Sumber :
http://travel.kompas.com/read/2009/08/28/09592570/Jadikan.Wakatobi.Ikon.Baru.Indonesia
28 Agustus 2009

Taman Nasional Wakatobi


Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumberdaya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan keunikannya, dengan panorama bawah laut yang menakjubkan. Secara umum perairan lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai kearah laut, dan beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian besar berpasir dan berkarang.

Taman nasional ini memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-pulau karang sepanjang 600 km. Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili diantaranya Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp.

Kekayaan jenis ikan yang dimiliki taman nasional ini sebanyak 93 jenis ikan konsumsi perdagangan dan ikan hias diantaranya argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea, dan lain-lain.


Selain terdapat beberapa jenis burung laut seperti angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus), cerek melayu (Charadrius peronii), raja udang erasia (Alcedo atthis); juga terdapat tiga jenis penyu yang sering mendarat di pulau-pulau yang ada di taman nasional yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).

Masyarakat asli yang tinggal di sekitar taman nasional yaitu suku laut atau yang disebut suku Bajau. Menurut catatan Cina kuno dan para penjelajah Eropa, menyebutkan bahwa manusia berperahu adalah manusia yang mampu menjelajahi Kepulauan Merqui, Johor, Singapura, Sulawesi, dan Kepulauan Sulu. Dari keseluruhan manusia berperahu di Asia Tenggara yang masih mempunyai kebudayaan berperahu tradisional adalah suku Bajau. Melihat kehidupan mereka sehari-hari merupakan hal yang menarik dan unik, terutama penyelaman ke dasar laut tanpa peralatan untuk menombak ikan.

Pulau Hoga (Resort Kaledupa), Pulau Binongko (Resort Binongko) dan Resort Tamia merupakan lokasi yang menarik dikunjungi terutama untuk kegiatan menyelam, snorkeling, wisata bahari, berenang, berkemah, dan wisata budaya.

Musim kunjungan terbaik: bulan April s/d Juni dan Oktober s/d Desember setiap tahunnya.

Cara pencapaian lokasi: Kendari ke Bau-bau dengan kapal cepat regular setiap hari dua kali dengan lama perjalanan lima jam atau setiap hari dengan kapal kayu selama 12 jam. Dari Bau-bau ke Lasalimu naik kendaraan roda empat selama dua jam, lalu naik kapal cepat Lasalimu-Wanci selama satu jam atau kapal kayu Lasalimu-Wanci selama 2,5 jam. Wanci merupakan pintu gerbang pertama memasuki kawasan Taman Nasional Wakatobi.

Kantor : Jl. Dayanu Ikhsanudin, Bau-bau
Buton, Sulawesi Tenggara
Telp. (0402) 25652
E-mail: tnkw-buton@msn.com

Dinyatakan ----
Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 393/Kpts-V/1996
luas 1.390.000 hektar
Ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No. 765/Kpts-II/2002
luas 1.390.000 hektar
Letak Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara

Temperatur udara 19° - 34° C
Curah hujan 1.000 – 2.200 mm/tahun
Ketinggian tempat 0 - 3 meter dpl
Letak geografis 5°12’ - 6°10’ LS, 123°20’ - 124°39’ BT

Sumber :
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_wakatobi.htm