Jumat, 12 Februari 2010

Petaka Alam di Konawe Utara

Sepertiga dari Luas Kabupaten Konawe Utara merupakan kawasan hutan. Secara geografis daerah ini merupakan hamparan pengunungan tinggi, rawa dan bukit ilalang. Hutannya memiliki luasan yang sangat besar jika dibandingkan dengan luasan hutan dibeberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara.

Selain menyimpan keanekaragaman ekosistem hayati yang tinggi, hutan ini juga berfungsi sebagai daerah resapan air yang sangat vital bagi penduduk sekitarnya, merupakan bersumber mata air sungai terbesar ketiga di Sulawesi Tenggara yakni sungai Lasolo yang mengalir dan membentuk puluhan anakan sungai.

Keberadaan sungai Lasolo telah turut mendukung perekonomian masyarakat sekitar, selain dimanfaatkan sebagai jalur transportasi juga menyimpan berbagai potensi hidupan air tawar yang dikelola secara arif untuk memenuhi kebutuhan hari-hari mereka.

Hancurnya sumber daya alam hayati di suatu kawasan akan sangat memiskinkan masyarakat sekitar, yang sebelumnya menjadikan kawasan hutan sebagai basis ekonomi. Sumber daya alam hayati menyediakan berbagai hasil hutan kayu dan non kayu yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan selama ribuan tahun, itu berarti proses perdagangannya juga sudah berlangsung sama.

Mengelola bisnis hasil hutan berupa kayu memang cukup menjanjikan keuntungan yang luar biasa, sehingga tidak sedikit dari pelaku-pelaku bisnis yang menanamkan modalnya dibidang usaha perkayuan, mulai dari bentuk logging hingga balok atau papan. Model perijinan pun beragam mulai dari HPH, IPK sampai model IPKTM.

Namun akhir-akhir ini bisnis kayu mulai melemah sejak isu kehutanan khususnya hasil hutan kayu menjadi sorotan utama akibat pengelolaannya yang mengesampingkan sisi keseimbangan ekosistem, terutama keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, disisi lain karena usaha ini menjadi sarang KKN yang merugikan negara.

Kebijakan kehutanan mulai diarahkan untuk lebih berorientasi pada pengelolaan hasil hutan non kayu seperti rotan, madu dan lain-lain, karena dianggap lebih tepat sasaran selain dapat menjaga keseimbangan ekosistem, juga karena kebijakan ini lebih mengarah pada bagaimana memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk mengelola dan menjaga hutannya sendiri.

Rotan merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomi tinggi, hasil hutan non kayu ini terdiri dari 150 jenis didunia dan 12 jenis diantaranya terdapat dihutan Sulawesi Tenggara tak terkecuali di hutan Asera. Beberapa jenis diantaranya yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sebut saja seperti jenis rotan batang, lambang, tohiti dan berbagai jenis lainnya.

Dari sisi konservasi, rotan merupakan tumbuhan yang tumbuh berkelompok dan menjalar diantara pohon-pohon kayu, menjadi berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekositem yang ada. Pemanenan rotan secara berkelanjutan menjadi penting dilakukan untuk menjaga pertumbuhan hasil hutan kayu, disisi lain agar keseimbangan tetap terjaga.

Eksistensi hutan, tentunya masyarakat Asera yang banyak belajar dari pengalaman telah benar-benar mengerti bagaimana mengelola hutan terutama potensi rotan secara berkelanjutan. Mengapa?, karena masyarakat Asera telah melakoni usaha pengelolaan rotan secara turun-temurun, selain karena hutan Asera sangat kaya akan berbagai jenis rotan yang dibutuhkan dipasaran lokal juga karena masyarakat pengumpul rotan dapat memperoleh keuntungan yang setimpal, sehingga itulah rotan dijadikan sebagai sumber mata pencaharian mereka.

Usaha rotan tentunya jika dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan yang besar, bahkan mampu menyaingi usaha dibidang perkayuan. Hanya saja masyarakat khususnya diwilayah Asera masih terkendala pada perolehan modal usaha yang terbatas, sehingga mereka hanya mampu menjualnya kepedagang pengumpul dalam bentuk gelondongan. Pedagang-pedagang pengumpul tersebut rata-ratanya merupakan perpanjangan tangan dari pengusaha-pengusaha berketurunan cina. Selain terkendala pada perolehan modal usaha, keterampilan masyarakat untuk mengelola rotan berkualitas baik masih sangat terbatas, padahal keuntungan yang bisa diperoleh akan semakin besar.

Sudah saatnya pemerintah daerah melirik usaha ini, terutama mendorong terbentuknya usaha-usaha komunal seperti Koperasi, pemberian pinjaman dalam bentuk modal usaha dan peningkatan keterampilan masyarakat dalam mengelola usaha rotan secara berkualitas.

Disisi lain usaha ini akan meningkatkan penerimaan PAD (pendapatan asli daerah) khususnya disektor hasil hutan non kayu, bukan saja kepada pemerintah Kabupaten Konawe tetapi juga pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara.

Bencana HPH, SAWIT dan IPKTM

Hak pengusahaan hutan di Konawe Utara (Konut), adalah kebijakan pemerintah untuk memanfaatkan hutan melalui pengolahan kayu dengan prasyarat tertentu di wilayah itu. Dengan SK HPH 1035/KPTS-II/1992, tanggal 2 November 1992, HPH PT Intisixta mulai masuk di Konut dengan luas konsesi 296.000 hektar. Perusahaan ini memperoleh jatah tebangan minimum 84.000 meter kubik dan jatah tebangan maksimum sebanyak 140.300 meterkubik tiap tahunnya.

Kehadiran PT. Intisixta diwilayah ini tidak lain karena didasari oleh kepentingan pemerintah untuk mendorong usaha disektor kehutanan yang kemudian akan berkontibusi pada peningkatan pendapatan asli daerah dan memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Namun harapan tidak selamanya menjadi kenyataan, terbukti sejak mulai beroperasinya HPH PT. Intisixta sejak saat itu pula hutan Asera (sebelum pemekaran wilayah Kecamatan Asera) berada dibawah tekanan luar biasa, kehancuran ekosistem mulai nampak, kearifan lokal yang dipelihara secara turun-temurun mulai terusik, kondisi ekonomi masyarakat menurun akibat terbatasinya aktifitas masyarakat disekitar areal konsesi perusahaan, janji-janji manis perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar mulai terlupakan dan terkubur hingga saat ini.

Berselang beberapa tahun kemudian secara perlahan-lahan intensitas banjir meningkat, volume banjirpun mulai berubah, kalau dulu masyarakat telah mengetahui kapan datangnya banjir tapi saat ini masyarakat sering dikagetkan oleh banjir. Bahkan sepengetahuan masyarakat Asera selamai ini mereka baru mengalami dua kali banjir bandang yang luar biasa.

Banjir bandang yang pertama terjadi pada tahun 1996 ketika itu HPH PT. Intisixta baru beroperasi selama 4 tahun hasilnya adalah masyarakat menelan kerugian materil bernilai ratusan juta rupiah, karena banjir ini pula jalur transportasi masyarakat terputus disebabkan karena satu-satunya jembatan permanen bernilai milyaran rupiah ikut terbawa arus.

Sedangkan banjir bandang yang kedua terjadi pada bulan Juni 2006 lalu atau setelah kurang lebih 14 tahun HPH PT. Intisixta meraup keuntungan sepihak dan masyarakat Asera harus kembali menelan kenyataan pahit dan merelakan 97 unit rumah ambruk, 64 rumah hanyut sehingga sekitar 485 warga kehilangan tempat tinggal serta beberapa fasilitas umum, seperti Kantor Camat Asera, Kantor Koramil, Puskesmas tak bisa digunakan lagi.

Beberapa lembaga lingkungan menyimpulkan bahwa banjir yang terjadi di Kecamatan Asera lebih disebabkan karena tingkat deporestasi (laju kerusakan hutan) yang sangat tinggi yang dilakoni oleh HPH dan maraknya pembukaan hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit. Beberapa perusahaan diantaranya HPH PT. Intisixta, Perkebunan Sawit PTPN XIV, PT. Torganda Gruop, PT. Celebes dan Sultra Prima Lestari. Kebanyakan perusahaan ini melakukan aktitasnya disekitar DAS Lasolo dan Lalindu, sehingga tidak heran kalau hujan gerimis mampu mendatangkan banjir bah.

Kesimpulan yang ditarik oleh kelompok-kelompok yang peduli terhadap penyelamatan lingkungan dan ekosistem hayati tersebut sekaligus menggugurkan statemen pemerintah daerah Konawe bahwa banjir yang terjadi pada Juni 2006 ini adalah lebih disebabkan karena faktor alam dan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun.

Statemen ini dianggap lebih bersifat pembelaan untuk menyelamatkan muka PEMDA dan pihak HPH dari kepedihan mendalam yang dirasakan oleh masyarakat Asera korban banjir. Kehadiran PT. Intisixta telah banyak menuai kritik, bukan saja oleh masyarakat setempat atau individu-individu tetapi hampir seluruh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ditingkat lokal bahkan nasional yang memiliki visi pengelolaan sumber daya alam hayati yang adil berkelanjutan.

Berbagai bentuk perlawanan telah dilakukan, mulai tingkat lokal hingga nasional, kegiatannyapun beragam mulai dari diskusi, aksi lapangan hingga intervensi kebijakan, namun kesemuanya itu belum membuahkan hasil apa-apa.

Ironisnya pada level pengambil kebijakan juga terjadi gontok-gontokan, disatu sisi mereka yang tidak memiliki pemahaman lingkungan dan sempat menikmati hasilnya lebih memilih diam, sementara yang memang benar-benar serius memikirkan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara tegas menolak keberadaan perusahaan ini.

Selain perusahaan HPH dan beberapa perusahaan sawit, yang diklaim sebagai penyebab utama, aktivitas penebangan kayu juga dilakukan oleh beberapa pengusaha siluman yang berlabel IPKTM. Mafia-mafia IPKTM kebanyakan memanfaatkan masyarakat lokal untuk memuluskan proses pemberian ijin eksploitasi dan menjadikan beberapa aparat sebagai backing.

Ironis memang masyarakat yang semestinya lebih memahami pola kerja IPKTM, kenyataannya justru lain, masyarakat bahkan kembali mempertanyakan apa itu IPKTM dan untuk siapa?.

Dari masyarakatlah kemudian diketahui bahwa ijin IPKTM itu hanyalah label belaka untuk memuluskan rencana eksploitasi hutan, terbukti beberapa pengusaha siluman yang memanfaatkan masyarakat lokal untuk melakukan pengolahan diluar dari kesepakatan yang ada.

Sementara masyarakat yang selama ini dikambing hitamkan hanya dimanfaatkan sebagai buruh demi sesuap nasi. Dari data citra satelit Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Unhalu, dari tahun 2003 sampai 2005, menunjukkan perubahan yang sangat signifikan terhadap penutupan atau penggunaan lahan di wilayah Asera sekitar 36 persen.

Ini disebabkan karena maraknya pembukaan areal perkebunan kelapa sawit, perambahan lahan oleh warga, dan penggunaan lainya yang tidak terkendali, seperti HPH (Hak Pengelolaan Hutan), IPKTM (Ijin Pengelolaan Kayu Hutan Milik Masyarakat), yang tidak terkontrol dengan baik. Kejadian ini menjadi bukti kelemahan pemerintah daerah dalam melakukan kontrol terhadap terhadap pengusaha IPKTM, sehingga kecenderungannya para pengusaha itu memanfaatkan peluang yang ada untuk meraup keuntungan besar dari kayu.

Padahal jika kita telaah lebih jauh semestinya PEMDA melakukan pengawasan ekstra, karena selain tindakan tersebut merugikan daerah dari sisi penerimaan PAD juga akan menjadi sumber konflik dan bencana seperti yang dirasakan oleh masyarakat saat ini. Masyarakat Asera selama ini merasakan betul eksploitasi hutan yang telah berlangsung lama, karena kehadiran perusahaan-perusahaan inilah yang secara sistematis menghancurkan tatanan ekologis dan merombak tatanan hidup masyarakat Asera yang sudah terjaga sejak puluhan tahun lalu.

Harapan masyarakat Asera juga sama dengan harapan semua orang, adalah bagaimana kehidupan mereka aman dari bencana banjir, perekonomian mereka sehat dan kesehatan terjamin. Kita semua harus sadar, berangkat dari niat yang tulus mari kita samakan persepsi untuk menyelamatkan hutan Asera, karena dengan semakin berkurangnya areal hutan di kawasan ini, maka seluruh Jazirah Sulawesi Tenggara masih berada dibawah ancaman bencana alam yang besar.


Sumber :
Abdul Saban
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Petaka+Alam+di+Konawe+Utara&dn=20081109112307
9 November 2008

1 komentar:

  1. JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

    JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

    JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

    BalasHapus